Beberapa tahun terakhir ini terjadi kecenderungan remaja melakukan pernikahan dini. Hal itu terungkap dalam hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang menyebutkan ada 46 persen perempuan menikah pada usia di bawah 20 tahun. Padahal, pernikahan usia dini tidak baik bagi kesehatan reproduksi perempuan.

Pernikahan Dini remaja dan pengaruhnya bagi kesehatan
“Alat reproduksi perempuan di bawah usia 20 tahun belum matang benar. Hasil di usia muda tak baik bagi kesehatan reproduksi,” kata Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih dalam peluncuran program pelatihan kesehatan kulit bagi kader posyandu di Posyandu RW 07, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (27/1).
Peringatan soal pernikahan dini dinilai Menteri Kesehatan sangat penting jika melihat jumlah penduduk Indonesia hasil sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 237 juta orang. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen setiap tahunnya.
Menurut Menkes, program KB di Tanah Air saat ini sedang melempem. Karena itu, ia mengingatkan kepada para kader posyandu untuk lebih giat lagi menyosialisasikan program KB di masyarakat. Selain itu juga mengingatkan kepada orangtua untuk memantau perkembangan anaknya agar tidak terjadi pernikahan dini.
“Sebaiknya pernikahan ditunda hingga anak berusia minimum 24 tahun. Usia itu bukan saja sudah matang secara reproduksi, melainkan individu bersangkutan juga sudah lebih mapan dalam sisi ekonomi dan sosial,” tutur Endang Rahayu.
Menkes berharap keikutsertaan kader posyandu dalam pengendalian kehamilan akan membantu menekan peledakan jumlah penduduk Indonesia.
“Meski saat ini pemerintah memiliki program jaminan kesehatan persalinan (Jamkeslin), bukan berarti boleh hamil sesukanya. Program tersebut untuk warga miskin yang mengalami kesulitan finansial saat melahirkan,” katanya.
Tentang pelatihan pada penyakit kulit, menurut Menkes, karena penyakit tersebut merupakan penyakit ketiga terbanyak di Indonesia. Kendati tidak mematikan, penyakit kulit bisa mengganggu penampilan.
“Masyarakat diajak untuk mengenali penyakit kulit dan pencegahannya sejak dini, agar penyakit tersebut tidak melebar ke seluruh tubuh. Selain terasa gatal, juga mengganggu penampilan,” kata Menkes seraya mengatakan bahwa pelatihan diberikan oleh sejumlah dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski).
Hasil Riskesdas Kementerian Kesehatan 2010 menunjukkan prevalensi nasional kasus dermatitis adalah 6,8 persen dan ada 14 provinsi yang memiliki prevalensi di atas prevalensi nasional, termasuk DKI Jakarta. Atas dasar temuan Riskesdas itulah, maka dinilai perlu dilakukan penanganan penyakit dermatitis oleh masyarakat, khususnya kader Posyandu.
Dia menambahkan, revitalisasi posyandu juga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang dikelola oleh masyarakat. Jumlah posyandu tahun 2010 sebanyak 269. 655 buah, meningkat dari 267.000 pada tahun 2007 dan sekitar 232.000 pada 2004.
Peran posyandu penting terutama seperti yang ditunjukkan hasil Riskesdas 2010 di mana dari 75,2 persen balita yang rutin ditimbang minimum sekali dalam enam bulan, sebanyak 80,6 persen di antaranya ditimbang di posyandu.